Sepupuku yang hot,
Satu hari aku jajan di satu mal sama sodara sepupuku, orangnya
si cantik, chubby dan tonjolan dibadannya lebi nampak nyata dari yang
ada di badanku. Hari itu kami berdua hanya pake tenk top ketat dan aku
berhins ketat sedang dia pake jins 3/4 yang juga ketat, sehingga banyak
cowok2 menyusuri bodi sodara sepupuku dari rambut ampe ke kaki. Dia si
seneng banget jadi pusat perhatian banyak lelaki yang makan di foodcourt
mall. Deket mejaku ada seorang lelaki, yang pasti bukan abege dan belon
om2, kutaksir umurnya 30an, ganteng, kumisan dan atletis badannya,
tipeku bangetz. Sodaraku berbisik, "Nez tu ada cowok keren banget".
"Mana", tanyaku. "Seblah kanan rada kedepan, dia lagi ngliatin kita".
Aku menatap kearah yang ditunjukkan Santi, sodaraku itu. Si abang, sebut
ja demikian, juga lagi menatap kearah kami, tatapanku amprokan dengan
tatapan matanya, dia ngangguk, akupun ngangguk dan senyum. "Ganteng
banget San". "Iya, aku suka banget ngeliat dia", Santipun menatap wajah
si abang dan senyum, dibales senyum juga. Waktu Santi ke toliet, si
abang nyamperin mejaku dan kenalan, dia nanya siapa yang bareng aku, aku
bilang Santi, dia minta nomer hape Santi, wah rupanya matanya dah
kelilipan bodinya Santi. aku kasi ja no hapeku, dan dia pamit duluan
karena dah beres makannya. Ketika Santi balik dia kecewa karena si abang
dah pergi. Aku bilang, "Di mal kan banyak lelaki ganteng yang bakalan
kelilipan bodi kamu kan, satu pergi dateng seribu". "Bisa ja kamu Nez".
Peristiwa itu berlalu begitu aja.
Sampe satu waktu d hapeku ada message, "San, ini aku yang ketemu di
mal waktu itu, yang di foodcourt itu". "Wah dari si abang rupanya". "Wah
abang, pa kabar, Santi tunggu2 kok gak da kabarnya, baru skarang ada
kabar, sibuk banget ya bang". Aku nyaru jadi Santi aja. "Ketemuan lagi
yuk San, berdua aja". "Dimana bang". "Di mal, di foodcourt ja, sore jam
... (dia menyebutkan waktunya), bisa kan". "Bisa bang". "aku pake (dia
nyebutkan warna pakeannya)". Sampe di foodcourt, dia belon dateng, aku
duduk di meja yang strategis yang pandangannya bisa kemana2, tak lama
datenglah lelaki dengan pakean yang disebutkan tadi. aku bangun dan
menyambutnya. "Santinya mana", tampak da kekecewaan diwajahnya, kok aku
yang nongol. "Santi dadakan sakit perut bang, diare kayanya, makanya dia
nyuru aku nemuin abang, takut abang kecewa". "O gitu ya, gak apa deh,
kamu bisa nemenin aku". "Kalo gak bisa, Inez ya gak kemari lah bang".
"Kita makan dulu yuk". "ayuk", jawabku. kita brosing makanan, pesen
kesukaan masing2, ketika aku mo bayar makananku, si abang yang bayarin
duluan.
“Lama juga ya cap cay-nya. Hhh!” keluhnya karena pesanannya gak
dateng2 sedang pesananku udah. “Sabar saja bang, maklum malming gini
pengunjungnya banyak”. Tidak berapa lama pesanannya datang. Dia
menambahkan lada putih ke dalam capcaynya. Setelah itu dia masih minta
cabe rawit beberapa butir pada pelayan. aku tersenyum kecil. “Biasanya
orang yang kuat makan pedas nafsunya gede,” komentarku. dia hampir
tersedak mendengar candaanku. Namun kemudian dia menguasai diri, dia
minum air putih dan menjawab, “Kalau ada sambal atau cabe memang nafsu
makan jadi kuat”. aku tertawa tertahan. Dia tersenyum sambil memandang
deretan gigiku yang rapi dan gingsulku kelihatan. Dia membalas godaanku
tadi,”Orang yang giginya gingsul kudengar juga gede nafsunya”. Gingsul
itu gigi tarning yang letaknya lebi kedepan dari deretan gigi laennya,
kaya bintang sinetron Chelsi olivia gitulah, ato bintang jepang banyakan
juga gingsul. Aku gak mo kalah, "Kalo gitu abang pasti cewek dan ttm
nya banyak". "Napa gitu". "Kan napsu makan dan napsu laennya gede". Dia
tertawa. "sama dong, kamu pasti gak pena puas cuma ma 1 lelaki kan".
Guyonan vulgar gitu mencairkan suasana, kami jadi lebi akrab, gak nampak
kekecewaan diwajahnya karena yang dateng bukan santi. "Kok skarang
malming Inez gak ma cowoknya, malah becanda ma aku". "Kan demi abang
biar abang gak kecewa". "Gak tersalurkan ma cowoknya dong malem ini".
"Panya yang disalurkan bang, sembako?" "he he, kura2 dalam perahu".
"Mana ada kura2 disimpen di perahu bang", aku belaga pilon ja. "kan
gingsul". "kok?" "iya kan kalo prempuan gingsul napsunya gede, trus
malming gak ketemu cowoknya, jadi gak tersalurkan dong napsunya". "Kan
ada abang", sengaja aku to the point ja menyatakan kalo aku suka ma dia,
"cocok kan penggemar cabe ketemu ma gigi gingsul, sama2 napsu gede".
tertawanya berderai. "Bisa aja kamu, mangnya kamu mau ma aku". "Bangetz,
sejak pertama kali ketemu Inez dah suka liat abang, tipe inez bangetz".
"Masak si". "iya, Inez tu seukanya lelaki dewasa kaya abang, macho".
Aku makin to the point aja, "Palagi kalo napsunya gede, he he". Dia
tertawa juga. "abang suka gak ma prempuan kaya Inez", aku uber dia
terus. "Suka juga, kamu cantik, proporsional lagi bodinya". "Tapi kan
gak semok kaya Santi bang". "iya Santi napsuin, kamu juga kok, imut tapi
napsuin juga". Wah dia dah to the point juga. "Mau dong abang gantiin
cowok Inez". "Hm gimana ya, gak enak lah nyrobot cewek orang laen". "Gak
apa kok bang, cowok Inez juga klayapan tau kemana, makanya bisa ktemuan
ma abang, semua ada hikmahnya". "Tadi bilangnya demi aku". "iya demi
abang dan demikian", candaku. Dia tertawa lagi. "Kamu asik juga ya Nez
orangnya". "asik apanya bang". "Ya asik diajak bertemen, gak tau asik
gak diajak bercinta". "Wah, gawat". "Kok gawat si". "abang to the point
jadi pengen neh Inez, hayo abang tanggung jawab lo". "Pengen paan".
"pengen nonton", aku tertawa. "Yuk kita nonton, kamu beneran kan gak da
cowoknya malem ini". aku menggangguk.
Dia menggandengku menuju ke cinema yang ada di mal, kami milih
filmnya, "inez ikut abang ja deh nonton yang mana". Dia milih film
percintaan. "biar jadi mood bercinta ya Nez". "abang mo bercinta ma Inez
ya". "Kalo kamu mau". "Mau bang". Kami masuk ke gedung, bole milih
tempat duduk bebas, dia milih yang agak disudut seblah atas, ternyata
setelah filmnya maen, yang nonton gak banyak, jadi kami terpisah dari
pnonton yang laen. "Inez sering ya bercinta ma cowoknya". Aku cuma
ngangguk. "Dimana maennya". "ditempat kok Inez, kadan dirumah dia kalo
sepi, kadang di motel kalo pengen all nite". "Mangnya kalo allnite
maennya brapa kali". "Kalo dah lama gak maen, dia bisa 4 kali bang".
"wah lemes dong". "bangetz bang, tapi nikmatnya juga bangetz. abang kuat
brapa kali maennya bang". "ya segitu itu". "Wah asik dong, bisa abis2an
tu maennya ampe lemes". Dia memeluk pundaku, mukaku diarahkan kemukanya
dan dengan lembut dia mencium bibirku. Lidahnya segera menerobos
mulutku dan membelit lidahku. Sementara lidah kami saling bergelut,
tangannya milai mengelus2 toketku. "Kecil ya bang", kataku setelah
bibirnya melepas bibirku, dia meremes toketku sambil mencium telingaku,
sampe aku menggelinjang. "Segini mah gak kecil, proporsioanl, jadi gemes
ni". "Kalo gemes ya ditemes2 trus ja bang". "Kamu enak ya diremes
gini". "Suka ja bang". Dia mencium bibirku lagi. Dia memegang tanganku
dan meletakkannya diselangkangannya. terasa ada sesuatu yang keras
banget dibalik clananya. "Bang ngacengnya keras banget, cabenya dah
kerja ya". Dia gak menjawab malah meremas2 toketku lagi. aku elus2
tonjolan keras diselangkangannya. "diremes dong Nez". Aku meremes
sebisanya, terasa besar tonjolan itu. "Abang punya besar ya". "besaran
mana ma punya cowok kamu". "besaran abang punya deh". "Mo ngrasain?"
"Bangetz bang". Dia mengelus selangkanganku, aku mengangkangkan pahaku,
gak bisa lebar2 karena terhalang kursi, aku duduk rada selonjor, biar
pahaku bisa lebi lebar ngangkangnya. Memekku jadi gatel dielus kasar
dari luar clanaku gitu. "dah basah ya Nez". Aku ngangguk, "Inez dah
pengen bang". "Bener kan prempuan gingsul napsunya gede". "Abang..."
lenguhku manja sambil merems tonjolan di slangakngannya dengan keras.
Gak lama kemudian film usai, lampu menyala. Segera kami memisahkan diri,
bangkit dari tempat duduk dan kluar beriringan dengan penonton laen.
“aku anterin pulang ya, ujan lagi". Saat itu ujan deres. "Kamu
tinggal dimana". "Di kos bang". "Gak bebas dong". "bebas kok, Inez
tinggal sendiri". "Mahal tu". "Kan dibayarin cowok Inez bang". Kami
berlari-lari di pelataran parkir menuju ke mobilnya. Dia membuka pintu
depan sebelah kiri setelah mematikan alarm mobilnya, aku masuk dan
diapun segera masuk, baju kami basah karena hujan yang deres gitu.
"Dingin ya Nez, gak usah pasang Ac deh ya". "ya bang". "Ntar pilek
lagi". Tempat kos ku kebetluan gak jauh dari mal, sehingga kami gak lama
di mobilnya. Mobilnya parkir persis didepan kamar kosku, segera aku
membuka pintu mobil dan berlari menembus ujan ke depan kamarku, diapun
menyusul. "Basah semuanya bang, ntar dikeringin deh pake hair dryer".
"Kamar kamu gede banget Nez, ada ruang tamunya lagi". Memang kamar kosku
lumayan gede, furnitur lengkap, pake Ac lagi, bayarannya juga lumayan
mahal, gak peduli aku toh cowokku yang bayarin semuanya. Ada ruang tamu
merangkap ruang makan dan pantri, dan kamar tidur + kamar mandinya. Aku
segera mengambil handuk dan hair dryer untu si abang, aku pun masuk ke
kamar mandi, melepaskan semua yang menempel dibadanku dan menggantinya
dengan kaus dan celana pendek longgar. aku melap rambutku yang basah dan
kukeringkan dengan hiar dryer satu lagi biar gak pusing.
Aku keluar dari kamar sambil membawa kaosku yang paling gede
ukurannya, dia duduk di sofa sambil melap rambutnya yang basah, "Kok gak
di hairdryer bang". "Gak usah, pake anduk ja cukup kok". "Bajunya basah
semuanya tu bang. Ganti ma kaos Inez ja ya, iar gak masuk angin, gak
tau cukup gak. Kalo celena pendek gak da yang ukuran abang". Dia melepas
bajunya didepanku, aku suka banget melihat dadana yang bidang, samar
keliatan muali terbentuk sixpack diperutnya. "Wah abang sering fitness
ya, ada sixpacknya gitu, sexy banget deh bang". Baeknya bajuku muat
walaupun rada ketat untuknya. "celananya basah bang, dilepas ja, pake
daleman kan". Dia senyum dan beneran melepas celananya. Tampak tonjolan
besar di selangkangannya yang sekarang cuma tertutup cd. Dia
memperhatikan toketku yang tetap terlihat membusung di balik kaus
longgarku. “Minumannya sebentar lagi ya. Airnya lagi dimasak. Termosnya
pas kosong. Mau minum apa bang?” Dia terkejut, kelamaan memperhatikan
toketku. “Ahh.. E.. E. Eeh. Susu.. Eh.. Teh susu,” sambil tergagap
kata-katanya keluar begitu saja. Namun disaat terakhir dia masih tetap
bisa menguasai dirinya. “Teh saja atau kopi. Susunya habis. Sorry,” aku
tersenyum melihatnya terbata-bata kemudian menuju ke pantri menyiapkan
segelas teh panas. Aku duduk di depannya. Dia menyeruput tehnya yang
masi panas. "Manis gak bang". "manis, kaya yang buat". Aku mencibirkan
bibirku. “Jadi gak kita mau adu kekuatan cabe dengan gingsul?” tanyanya
dengan bergurau.
Aku segera pindah kesebelahnya di sofa dan merapatkan kepalaku di
dadanya. Diciumnya pipiku dan aku mulai membuka kancing bajunya. “Di
kamar Inez aja yuk bang”. "Dah gak nahan ya gingsulnya". Aku memejamkan
mata. bibirnya kembali memagut bibirku yang merekah. Lidahnya menerobos
lagi ke mulutku dan menggelitik lidahku. Aku menggeliat dan membalas
ciumannya dengan meliukkan lidahku yang langsung dihisapnya. Tangannya
mulai menari di atas dadaku. Diremasnya toketku yang sudah mengeras.
Jarinya terus menjalar mulai dari dada, perut terus ke bawah hingga
pangkal pahanya, masi dari luar pakeanku. Aku makin menggeliat kegelian.
Lidahnya sudah beraksi di lubang
telingaku dan giginya menggigit daun telingaku. Pelukan dilepas dan
dia bergerak berputar ke belakangku. Tangannya mendekap dadaku. Rambutku
diciumnya. Mulutnya menggigit tengkukku. Badanku mulai menghangat.
Bibir dan hidungnya makin lancar menyelusuri kepala dan leherku. Aku
makin menggelinjang apalagi waktu tangannya meremas toketku yang masih
tertutup baju kaus itu dari belakang. Diletakkannya mukanya dibahuku dan
disapukan napasnya di telingaku. Aku menjerit kecil menahan geli tapi
malah menikmati.
Aku dipeluknya dari belakang, kami berdiri sambil pelukan dan
berjalan beriringan ke arah kamarku. Tanganku ke belakang dan meremas
isi cdnya yang mulai memberontak. Setelah masuk ke dalam kamar
dilepaskannya pelukannya. Aku mematikan lampu besar dan mengantinya
dengan lampu tidur. ranjang yang besar telah menanti kami. Dia
merendahkan badan dan mulai mencium dan menggigit pinggulku. Aku
mendongakkan kepala dan berdesis lirih. Dia dibelakangku berlutut dengan
meneruskan aksi tangannya ke betisku, sementara bibirnya masih
bergerilya di lipatan lutut belakangku. Aku merentangkan kedua kakiku
dan bergetar meliuk-liuk. Diciumnya pahaku dan diberikan gigitan kecil.
Aku makin meliukkan badannya, napasku mulai memburu. Pada saat aku
sedang menggeliat, dihentikannya ciumannya di lututku dan dia berdiri di
hadapanku. Diusapnya pantat dan pinggulku. Kembali aku berdesis pelan.
Dengan cepat langsung disapukannya bibirnya ke leherku dan ditarik
pelan-pelan ke bawah sambil menciumi dan menjilati leher mulusku. Aku
semakin merepatkan tubuhku ke dadanya. Dengan sebuah tarikan pelan aku
melepas kaosnya. Kuusap-usapnya dadanya dan kemudian pentilnya kumainkan
dengan jari. Diciumnya bibirku, aku membalas dengan lembut. Lumatannya
mulai berubah menjadi lumatan ganas. Ia melepaskan ciumannya.
Dia menyingkapkan kausku. Aku mengangkat kedua tanganku. Dengan mudah
dibukanya kaosku. Kini tangannya membuka celana pendekku. Kini kami
tinggal mengenalan pakaian dalam saja. Bra dan celana dalamku berwarna
krem berpadu dengan kulitnya yang sawo matang. Braku memang tidak penuh
menutupi toketku sehingga dapat terlihat lingkaran kemerahan di sekitar
pentilku. Cdku dari bahan sutra transparan sehingga padang rumput di
bawah perutku terihat membayang. “Eehhngng, ..” aku mendesah ketika
leherku dijilatinya. Kulihat ia melirik bayangan
kami di cermin dilemari yang besar. Dia mendorongku ke ranjang dan
menindih tubuhku. Tangannya bergerak punggungku membuka pengait braku.
Disusurinya bahuku dan dilepasnya tali braku bergantian. Toketku yang
imut dan kencang dihiasi pentil berwarna coklat kemerahan dan sangat
keras. Digesek-gesekkannya dadanya ke pentilku. Bibirnya yang agak tebal
dengan lincah menyusuri wajah, bibir dan leherku. Dia mendorong
lidahnya jauh ke dalam rongga mulutku kemudian memainkan lidahku dengan
menggelitik dan memilinnya. Aku hanya sekedar mengimbangi. Sesekali
gantian lidahku yang mendorong lidahnya. Tangan kanannya memilin
pentilku serta meremas toketku.
Aku menggeserkan tubuhku ke arah bagian atas tubuhnyasehingga toketku
tepat berada di depan mukanya. Segera dilumat nya toketku dengan
mulutnya. Pentilku diisap pelan dan dijilati. “Aaacchh, Ayo bang..
Lagi.. Teruskan”. aku mulai melenguh keenakan. Kontolnya terasa semakin
mengeras. Disedotnya toketku sehingga semuanya masuk ke dalam mulutnya,
dihisap pelan namun dalam, pentilku dijilat dan dimainkan dengan
lidahnya. Dadaku bergerak kembang kempis dengan cepat, detak jantungku
juga meningkat, pertanda nafsuku mulai naik. Tanganku menyusup di balik
cdnya, kemudian mengelus, meremas dan mengocoknya dengan lembut.
Pantatnya dinaikkan dan dengan sekali tarikan, maka cdnya sudah
terlepas. Kini dia sudah dalam keadaan polos tanpa selembar benang.
Bibirnya mengarah ke leherku, mengecup, menjilatinya kemudian menggigit
daun telingaku. Napasnya dihembuskannya ke dalam lubang telingaku. Kini
dia mulai menjilati pentilku. Aku semakin terbuai. Kugigit bibir bawahku
untuk menahan rangsangan ini. Kupegang pinggangnya erat-erat.
Tangannya kemudian bergerak membuka cdku dan melemparkannya begitu
saja. Jembutku tidaklah lebat dan kupotong pendek. Sementara ibu jarinya
mengusap dan membuka bibirmemekku, maka jari tengahnya masuk sekitar
satu ruas ke dalam lubang memekku . Diuusap dan ditekannya bagian depan
dinding memekku dan jarinya sudah menemukan sebuah tonjolan daging
seperti kacang. Setiapkali dia memberikan tekanan dan kemudian
mengusapnya aku mendesis, “Huuhh.. Aaauhh.. Engngnggnghhk”. Ia
melepaskan tangannya dari selangkanganku. Tanganku kembali diarahkan ke
kontolnya, bibirku terus menyusuri perutnya, semakin ke bawah. Aku
memandang sebentar kepala kontolnya yang lebih besar dari batangnya dan
kemudian kukecup. Belum kukulum, hanya mengecup dan menggesekkan
hidungku pada batang kontolnya dan dua buah bola yang menggantung di
bawahnya. Dia hanya menahan napas setiap aku mengecupnya.
Aku kembali bergerak ke atas, tanganku masih memegang dan mengusap
kontolnya yang telah berdiri tegak. Dia menggulingkan badannya sehingga
berada di atasku. Kembali kami berciuman. toketku diremas dan pentilnya
dipilin dengan jarinya sehingga aku mendesis perlahan dengan suara di
dalam hidungnya. “SShh.. Ssshh.. Ngghh..” Perlahan lahan dia menurunkan
pantatnya sambil memutar-mutarkannya. Kepala kontolnya kupegang,
,kemudian kugesek-gesekkan di mulut memekku. Terasa basah banget.
Aku mengarahkan kontolnya untuk masuk ke dalam memekku. Ketika sudah
menyentuh lubang memekku, dia menekan pantatnya perlahan. tapi belum
bisa masuk. Aku merenggangkan kedua pahaku dan pantat kuangkat sedikit.
Kepala kontolnya sudah mulai menyusup di bibir memekku.
Digesek-gesekkannya di bibir luarnya sampai terasa keras sekali dan
ditekan lagi. Aku merintih dan memohon agar dia segera memasukkannya
sampai amblas.
“Ayolah bang tekan.. Dorong sekarang. Ayo". Dia mencoba untuk
memasukkannya lagi, masih dengan bantuan tangannya, dan Blleessh.
setengah batang kontolnya sudah tertelan dalam memekku. “Ouhh.. bang,”
desahku setengah berteriak. Dia bergerak naik turun. Kadang gerakan
pantatnya dibuat naik turun dan memutar sambil menunggu posisi dan waktu
yang tepat. Aku mengimbangi dengan gerakan memutar pada pinggulku.
Ketika dirasakan gerakannya sudah lancar, maka dipercepat gerakannya.
aku menggeleng dan menahan pantatnya, kemudian
mengatur gerakan pantatnya dalam tempo sangat pelan. Untuk
meningkatkan kenikmatan maka meskipun pelan namun setiap gerakan
pantatnya selalu penuh dan bertenaga. Akibatnya maka keringatpun mulai
menitik di pori-porinya. “Bang. Ouhh.. Nikmat.. Ooouuhh. Abang memang
betul-betul perkasa” desisku sambil menciumi lehernya.
Kini kedua kaki kurapatkan dan dijepit dengan kedua kakinya.
Kontolnya hampir-hampir tidak bisa bergerak dalam posisi ini. Tidak ada
kontraksi otot memekku namun dia merasa memekku sangat sempit menjepit
kontolnya. Dia menggulingkan badan lagi sampai aku menindihnya. Kakiku
keluar dari jepitan kakinya dan kembali aku yang menjepit pahanya. Dalam
posisi ini gerakan naik turunku menjadi bebas. Kembali dia dalam posisi
pasif, hanya mengimbangi dengan gerakan melawan gerakan pinggul dan
pantatku. Tanganku menekan dadanya. Dicium dan diremasnya toketku yang
menggantung. Kepalaku terangkat dan tangannya menarik rambutku
kebelakang sehingga kepalaku semakin terangkat. Setelah dia menjilat dan
mengecup leherku, maka kepalaku turun kembali dan bibirku mencari-cari
bibirnya. Dia menyambut mulutku dengan satu ciuman yang dalam dan lama.
Aku mengatur gerakanku dengan tempo pelan namun sangat intens. Pantat
kuturunkan sampai menekan pahanya sehingga kontolnya terbenam
dalam-dalam sampai kurasakan menyentuh dinding rahimku. Ketika kontolnya
menyentuh rahimku, aku semakin menekan pantatku sehingga tubuh kamipun
semakin merapat. Aku menegakkan tubuh sehingga dalam posisi duduk
setengah jongkok di atas selangkangannya. Aku kemudian menggerakkan
pantatku maju mundur sambil menekan kebawah sehingga kontolnya tertelan
dan bergerak ke arah perutnya. Semakin lama-semakin cepat aku
mengerakkan pantatku. “Ouhh.. Ssshh.. Akhh!” Desisankupun semakin
sering. Aku dah hampir nyampe rasanya. Kontolnya dikeraskan dengan
menahan napas dan mengencangkan otot antara biji peler dan anusnya
seolah-olah menahan kencing. Aku kembali merebahkan tubuhku ke atas
tubuhnya, mataku berkejap-kejap dan bola mataku memutih.
Gigiku menggigit bibir bawahku kuat-kuat. Akupun merasa tak tahan
lagi dan, "Bang .. Sekarang say.. Hhhuuaahh!” aku memekik kecil.
Pantatku menekan kuat sekali di atas pahanya. Dinding memekku berdenyut
kuat menghisap kontolnya. Dia menahan tekanan pantatku dengan menaikkan
pinggulnya. Bibirku menciuminya dengan pagutan-pagutan ganas dan
diakhiri dengan gigitan pada dadanya. Dia memeluk tubuhku erat-erat dan
ditekannya kepalaku di dadanya. Napasku yang bergemuruh kemudian disusul
napas putus-putus dan setelah tarikan napas panjang aku terkulai lemas
di atas tubuhnya. aku dah nyampe. Denyutan demi denyutan dari memekku
kemudian melemah. Pejunya yang muncrat bebrarengan dengan klimaxku masuk
dalam memekku sebagian tertumpah keluar lagi di atas pahanya. Aku
berguling kesampingnya sambil tangan dan mukaku tetap berada di
lehernya. Dia memberikan kecupan ringan pada bibirku, dan usapan pada
pipiku.
“Terima kasih bang. Abang sungguh luar biasa. Perkasa dan romantis".
Kami masih berpelukan sampai keringat kami mengering. Setelah mandi dan
hendak mengenakan pakaian, aku menahan tangannya yang sudah memegang
celana dalam. “Abang tidur disini saja malam ini. Inez.. masih..”, aku
tersipu-sipu dan tidak melanjutkan perkataanku. Malam itu kami tidur
dengan telanjang dan berpelukan ditutup selimut ditemani dengan suara
rintikan hujan.
Aku tidak tahu sudah tidur berapa lama ketika kurasakan sebuah lengan
melingkar di pinggangku. Aku membuka mata mengambil arloji di atas
kepalaku dan melihat sebentar. “Hmm.. Baru jam satu, tidur lagi yuk!”
kataku sambil memejamkan mata dan tangannya memelukku kembali. Diciumnya
ketiakku dan digelitikin pinggangku. Aku menguap dan meregangkan badan.
“Ooahh, abang emang..!” Tangannya menangkap tanganku. Didaratkan sebuah
ciuman pada bibirku. Aku mengelak dan berdiri berjalan ke arah kulkas
di dalam kamarku. Mengambil air putih, meminum dan mengangsurkannya
kepadanya. Dia duduk, menyambut dan menghabiskan sisa air dalam gelas
tadi. Aku masih berdiri dalam keadaan telanjang. Dia mengamat-amati
tubuhku, "kamu sexy sekali nes kalo bugil gitu". "semua prempuan juga
sexy kalo telbul bang". Aku duduk dipinggir ranjang, dia bangun dan
memelukku. Bibirnya mendarat di bibirku. Kali ini ia menciumiku dengan
ganasnya. Akupun membalas dengan tak kalah ganasnya. Dia meremas toketku
dengan keras. Ia mendorongku dan beberapa saat kemudian kami sudah
bergulingan di atas ranjang besar yang empuk. Dia menindih dan
menjelajahi sekujur tubuhku. Aku menggeliat-geliat hebat dan mengerang.
Dari dada, lidahnya pindah ke samping menyusuri pinggul dan pinggangku,
ke arah perut dan pahaku. Aku meronta hebat penuh kenikmatan sewaktu
tangannya memainkan pentilku. Tangannya ditempelkan di bibir memekku.
“Baaang.. nikmat bangetz!” pekikku. Bibirku naik ke leherku lagi dan
menjilatinya. Elusan tangannya pada pinggang membuat aku ia meronta
kegelian. Dia menghentikan elusannya dan tangannya meremas lembut
toketku dari pangkal kemudian ke arah pentil. Dimainkan jemarinya dari
bagian bawah, melingkari gundukannya dengan usapan ringan kemudian
menuju ke arah pentilku. Sampai batas pentil sebelum menyentuhnya, dia
menghentikannya dan kembali mulai lagi dari bagian bawah.
Dia menggantikan jari dengan bibirnya, tetap dengan cara yang sama
disusuri toketku tanpa berusaha mengenai pentilku. Kini aku bergerak
tidak karuan. Semakin bergerak semakin bergoyang toketku dan membuat
jilatannya makin ganas mengitari gundukan mulus itu. Setelah sebuah
gigitan dia berikan di belahan toketku, bibirnya diarahkan ke pentilku,
tapi dijilatnya dulu daerah sekitarnya yang berwarna merah sehingga
membikin aku penasaran dan gemas. “Bang.. Jangan dimaenkan gitu dong..
Isep cepetan yang,” pintaku. Dia masih ingin mempermainkan gairahku
dengan sekali jilatan halus di pentilku yang makin mengeras itu. Aku
mendorong toketku ke mulutnya, sehingga pentilnya langsung masuk, dan
mulailah dia kulum, digigit kecil serta dijilat bergantian. Tangannya
berpindah dari pinggang ke memekku yang kini menjadi basah.
Jari tengah kirinya dimasukkan ke dalam memekku dan tidak lama sudah
menekan apa yang dicarinya. Lumatan bibirnya di pentilku makin ganas.
Aku berusaha mengulingkan badannya tetapi ditahannya. “Aaagh..”, aku
memekik-mekik. Diciuminya lagi bibir dan leherku. Kontolnya makin
membesar dan mengganjal di atas perutku. Diangkatnya pantatnya sedikit
dan akupun mengerti apa yang harus kulakukan. Kukocok kontolnya sampai
keras sekali dan kukangkangkan pahaku lebar-lebar. Diarahkannya
kontolnya ke memekku dan “Masukin bang...Cepaat!,” pintaku sambil
semakin melebarkan pahaku. Didorongnya kontolnya memasuki memekku,
digerakkannya kontolnya pelan-pelan dan semakin lama semakin cepat.
Memekku makin lembab, namun tidak sampai becek. Akulangsung mengerang
hebat merasakan hunjaman kontolnya yang keras dan bertubi-tubi. Tanganku
mencengkeram pinggulnya. Gerakan maju-mundurnya kuimbangi dengan
memutar-mutarkan
pinggulku, semakin lama gerakan kami semakin cepat. Aku semakin
sering memekik dan mengerang. Tanganku kadang memukul-mukul punggungnya.
Kepalaku mendongak ketika dia menarik rambutku dengan kasar dan
kemudian dikecupnya leherku dan digigitnya bahuku.
Setelah beberapa lama aku minta untuk di atas. Dengan cepat kami
berguling. Tak berapa lama kemudian kontolnya sudah terbenam di liang
memekku. aku menaikturunkan pantatku dengan posisi jongkok. Aku seperti
penunggang kuda yang sedang memacu kudanya dalam lembah kenikmatan
mendaki menuju puncak. Tubuhku naik turun dengan cepat dan dia
mengimbangi dengan putaran pinggulnya, sementara toketku yang tegak
menantang diremas-remas dengan tangannya. Gerakan kami makin cepat,
eranganku makin hebat. Dia duduk dan memeluk pinggangku. Kami berciuman
dalam posisi aku duduk berhadapan di pangkuannya. Dia bebas
mengeksplorasi tubuhku dengan tangan dan bibirnya.“Aaagghh.. bang..,”
teriakku. Dia membalikkan tubuhku kebawah dan langsung digenjot dengan
tempo tinggi dan menghentak-hentak. Nafas kami semakin memburu. Dia
mengganti pola gerakan. Dia cabut kontolnya trus dimasukkan kembali
setengahnya. Demikianlah dia lakukan berulang-ulang sampai beberapa
hitungan dan kemudian dihempaskannya pantatnya dalam-dalam. Aku setengah
terpejam sambil mulutku tidak henti-hentinya mengeluarkan desahan
seperti orang yang kepedasan. Pinggulku tidak berhenti bergoyang dan
berputar
semakin menambah kenikmatan. Lubang memekku yang memang sempit
ditambah dengan gerakan memutar dari pinggulku membuat dia semakin
bernafsu. Ketika dihunjamkannya seluruh kontolnya ke dalam memekku, aku
pun menjerit tertahan dan wajahku mendongak. Dia menurunkan tempo dengan
membiarkan kontolnya tertanam di dalam memekku tanpa menggerakkannya.
Dia mencoba memainkan otot kontolnya. Terasa kontolnya mendesak dinding
memekku dan sedetik kemudian ketika dia melepaskan kontraksinya,
kurasakan memekku meremas kontolnya. Demikian saling berganti-ganti.
Permainan kami sudah berlangsung beberapa saat. Kedua kakiku diangkat
dan ditumpangkan di pundaknya. Dengan setengah berdiri di atas lutut dia
menggenjotku. Kakiku diusap dan diciumnya lipatan lututku. Aku
mengerang dan merintih-rintih. Dia memberi isyarat kepadanya untuk
menutup permainan ini. Akupun mengangguk.
Kamipun berpelukan dan bergerak liar tanpa menghiraukan keringat kami
yang bercucuran. Gerakan demi gerakan, pekikan demi pekikan telah kami
lalui. Dia semakin cepat menggerakkan pantatnya. Aku menjambak rambutnya
dan membenamkan kepalaku ke dadanya, betisku segera menjepit erat
pahanya. Badanku menggelepar-gelepar, kepalaku menggeleng ke kiri dan ke
kanan, tanganku semakin kuat menjambak rambutnya dan menekan kepalanya
lebih keras lagi. Dia pun semakin agresif memberikan kenikmatan kepada
aku yang tidak henti-hentinya menggelinjang sambil mengerang. “Aaahh..
Ssshh.. Ssshh” Gerakan tubuhku semakin liar. “Ouoohh nikmatnyaa.. Inez
ingin segera sampai..” Dia juga merasa ada sesuatu yang mendesak-desak
di dalam kontolnya ingin keluar. “Ouuwww..!” Dia mengangkat pantatnya,
berhenti sejenak mengencangkan ototnya dan segera menghunjamkan
kontolnya keras-keras ke dalam memekku. Tubuhku mengejang dan jepitan
kaki kuperketat, pinggulku naik menjambut kontolnya. Sejenak kemudian
memancarlah pejunya di dalam memekku, diiringi oleh jeritan tertahan
dari mulut kami berdua. “Awww.. Aduuh.. Hggkk” Kami pun terkulai lemas
dan tidak berapa lama sudah tidak ada suara apapun di dalam kamar.
Tangannya memeluk erat tubuhku dengan mesra. lemes banget badanku
setelah melalui percumbuan yang sangat panjang, tapi nikmatnya juga
bangetz.
Obat Klg Asli Solo
BalasHapusObat Klg Asli Bogor
Obat Klg Asli Jogja
Obat Klg Asli Bandung
Obat Klg Asli Malang